GRAND STRATEGI POLRI 2005 – 2025

Pelayanan Prima

BAB I
PENGANTAR

1. Bahwa Pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

2. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yan adil makmur dan eradap berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Imdonesia tahun 1945.

3. Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selaku alat Negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

4. Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian agar kegiatan pembangunan nasional berjalan efektif, efisien dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Grand Strategi Polri tahun 2005 – 2025.

5. Grand Srategi dalam rangka memantapkan kemandirian Polri sebagaimana dirumuskan dalam buku biru Polri tentang reformasi Polri, maka melalui rancangan paradigma baru Polri, Polri telah mencanangkan reformasi secara gradual yang meliputi reformasi instrumental, structural dan cultural.

6. Periode 2005 – 2025 adalah masa waktu yang panjang dan penuh perubahan, akibat Grand Srategi service untuk Polri sewajarnya juga harus merupakan rangkaian strategi yang merespon terhadap kebutuhan public yang berevolusi.

7. Tiga tahapan dalam kebutuhan public terhadap pelayanan Polri adalah sebagai berikut :

a. Periode 2005 – 2010 Terhadap Trust Building.
Masyarakat cenderung lebih mendambakan rasa aman dan rasa keadilan dari pemerintah, peningkatan service quality focus pada kebutuhan tersebut.

b. Periode 2010 – 2015 Tahap Partnership
Tingkat kepuasan terhadap rasa aman dan keadilan diharapkan semakin baik, tuntutan masyarakat akan melebar pada manajemen rasa aman dan adil yang akuntabel, transparan, open dan patuh rule of law.

c. Periode 2016 – 2025 Tahap Strive for Excellence
Tahap ini kebutuhan masyarakan akan lebih mengharapkan multi dimensional service quality yang efektif dan efisien ditengah globalisasi kejahatan yang makin canggih.

BAB II
KONDISI UMUM

1. Masih banyak factor penyebab masyarakat tidak percaya terhadap polisi baik individu (oknum), sekelompok (semua polisi), kelembagaan (pemanpilannya) maupun pengelaran institusinya (tidak dapat memberikan rasa aman).

2. Gambar krisis kepercayaan terhadap Polri, antara lain :

a. Saat ini banyak masyarakat yang tidak takut melanggar peraturan.
b. Masyarakat mengembangkan slogan-slogan yang melecehkan Polisi.
c. Masyarakat menganggap kewibawaan Polri hanya pada senjata dan wewenang formalnya.
d. Masyarakat yang banyak uang menganggap Polisi tidak ada wibawa sama sekali dan dapat dikendalikan.
e. Diera kebebasan pers penyelewengan Polri semakin terbuka dan citra Polri semakin terpuruk.

3. Pada hakekatnya organisasi Polri adalah sebagai organisasi jasa/pelayanan dan sekaligus sebagai organisasi kekuasaan (power) oleh karenanya dalam pelaksanaan tugasnya harus memenuhi standar hukum, professional dan proporsional meskipun terdapat keterbatasan sumber daya (infrastruktur, personel, matfasjas, anggaran).

4. Kebijakan reformasi organisasi Polri yang disebut POSTUR KEKUATAN POLRI, yaitu :

a. Memperkecil Kewenangan Mabes Polri (Desentralisasi)
b. Mabes Polri sebagai fasilitator atau pemberdaya Polda, Polres, Polsek agar terjamin kinerjanya sesuai yang diharapkan, dalam bentuk :
1) Pelaksaaan pusat; berseragam dan tidak berseragam.
2) Dukungan auxiliary dalam bidang administrasi (kepegawaian, keuangan).

c. Polda sebagai satuan induk penuh.
d. Polres sebagai Komando Operasional Dasar (KOD)
e. Polsek sebagai ujung tombak, mengemban pelayanan dan wewenang diskresi penuh.

5. sasaran reformasi organisasi, yaitu perlunya memberi pelayanan yang terbaik pada masyarakat dengan memperbesar unit garis terdepan dan memperkecil unit pusat yaitu Mabes Polri (mengandung desentralisasi sesuai dengan tuntutan otonomi daerah).

6. Dalam rangka Grand Strategi Polri 2005 – 2025, sasaran pembangunan diarahkan sesuai tahap sebagai berikut :

a. Tahap I Trust Building (2005 – 2010)
Membangun kepercayaan internal Polri dalam grand strategi merupakan factor penting karena merupakan awal dari perubahan menuju pemantapan kepercayaan trust building internal meliputi : kepemimpinan, sumber dana, sdm, orang yang efektif, pilot project yang konsisten di bidang Hi-Tech, kemampuan hukum yang sarpas mendukung Visi Misi Polri.

b. Tahap II Partnership Building (2011 – 2015)
Membangun kerja sama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan fungsi kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan, pengayoman untuk menciptakan rasa aman.

c. Tahap III Service for Exellence (2016 – 2025)
Membangun kemampuan pelayanan public yang unggul, mewujudkan good government, best practice polri, profesionalisme SDM. Implementasi teknologi, infrastruktur matfasjas guna membangun kapasitas polri (capacity building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan international.

BAB III
POTENSI PEMBANGUNAN DAN FAKTOR STRATEGI

1. Penegakan Keadilan Masyrakat

a. penegakan keadilan masyarakat atau lebih dikenal dengan sebutan restorative community justice adalah suatu upaya pencegahan kejahatan (bukan mengutamakan penanggulangan untuk menegakan hukum, keamanan dan ketertiban masyarakat). Pencapaian tujuan utama lembaga polisi tersebut terbukti tidak cukup dengan mengandalkan sistem peradilan criminal (criminal justice system) yang mudah memancing polisi memakai sistem pendekatan represif. Di samping itu, kita menyaksikan kejahatan makin meningkat dalam berbagai bentuk. Diberbagai belahan dunia telah mulai dikembangkan sitem operasi kepolisian dengan penerapan “Penegakan Keadilan Masyarakat” yang menekankan aspek keadilan sebagai motivasi memecahkan masalah kejahatan, pencapaian keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus menunjang kehidupan demokrasi.

b. Pendekatan penegakan keadilan ini secara integral mempunyai empat tujuan utama yaitu :
1) Menciptakan sistem untuk pencegahan dan penurunan tindak criminal.
2) Peneneman nilai dan norma keadilan dan cinta hukum di masyarakat.
3) Pencegahan penyebaran tindak kejahatan.
4) Partisipasi masyarakat secara luas dalam memelihara ketertiban dan rasa aman.

c. Keempat tujuan tersebut sebagai suatu proses yang berkesinambungan.

d. Partisipasi masyarakat merupakan srtategi utama dalam menjaga ketertiban dan keamanan lingkungannya dengan mengupayakan pembangunan sistem atau jaringan kebersamaan antara petugas polisi dengan masyarakat.

e. Implementasi atau proses penegakan keadilan masyarakat dimana polisi berperan aktif untuk mewujudkan dan menjalankan secara lebih efektif maka perlu secara bersama memberdayakan 9 dimensi :

1) Dimensi pertama mencegah masyarakat maion hakim sendiri.
2) Dimensi kedua perlakuan manusiawi terhadap pelaku tindak criminal.
3) Dimensi ketiga perhatian edukatif terhadap pelaku kriminal berusia muda.
4) Dimensi keempat adalah memperhatikan secara seimbang pelaku kriminal, korban dan keluarganya.
5) Dimensi kelima adalah memperlakukan pelaku criminal dengan korban dengan penyelesaian keadilan.
6) Dimensi keenam adalah mengurangi penyamarataan hukum (gaya militerristik menghadapi musuh).
7) Dimensi ketujuh adalah membangun control social terhadap proses keadilan.
8) Dimensi kedelapan adalah membangun kebersamaan sebagai unsur masyarakat.
9) Dimensi kesembilan adalah mencari alternative solusi untuk mencegah tindak kejahatan.

2. Pemolisian Masyarakat

a. Kejahatan dan ketidaktertiban berbagai bentuknya telah meningkat di Indonesia terutama sejak krisis ekonomi dan munculnya gerakan reformasi. Kejahatan dapat digolongkan pada 2 kelompok besar :
1) Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan lingkungan pemukiman atau perkampungan atau terkait dengan lokasi tertentu.

2) Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan pemukiman antara lain demonstrasi yang bermuara pada kekerasan, terorisme, perdagangan manusia lintas Negara.

b. Booklet peringatan Hari Bhayangkara ke 58 pada tanggal 1 juli 2004 memberi hight 4 macam kejahatan yang marak di Indonesia :
1) Kejahatan transnasional antara lain : terorisme, perdagangan narkotika, penyelundupan senjata, pembajakan laut, perdagangan manusia, kejahatan ekonomi internasional.

2) Kejahatan konvensional.

3) Kejahatan terhadap kekayaan Negara antara lain korupsi keuangan Negara, illegal logging dan lain-lain.

4) Kejahatan yang berimplikasi kontijensi antara lain : konflik SARA, unjuk rasa anrkis, GAM, OPM, RMS.

c. Kejahatan konvensional dan kejahatan kontijensi sangat terkait dengan lokasi pemukiman sedangkan kejahatan transnasional dan kejahatan terhadap kekayaan Negara tidak terkait dengan lingkungan. Masing-masing kejahatan memerlukan penangana yang berbeda :
1) Kejahatan yang tak terkait dengan pemukiman (kejahatan transnasional dan terhadap kekayaan negara), menyangkut kejahatan terhadap negara pemerintah dan kepentingan public yang merupakan gejolak makro yang secara tak langsung menimbulkan kekuatiran atau keresahan masyarakat pemukiman.

2) Kejahatan dan ketidak tertiban yang terkait dengan lokasi langsung mempengaruhi rasa takut dan ketidak amanan anggota masyarakat.

3) Oleh sebab itu, kinerja polisi terhadap penanggulangan kejahatan dan ketidaktertiban di daerah pemukiman merupakan factor srtategia bagi pembangun citra Polri yang pasitif.

4) Salah satu srtategi yang dinilai sangat ampuh dalam menangani kejahatan dilingkungan pemukiman adalah Community Policing.

d. Pemikiran Community Policing timbul sebagai srtategi pemolisian yang berbeda akibat dari pengalaman banyak Negara mengalami kesulitan menurunkan angka kejahatan, ketidak percayaan pada kemampuan polisi dalam menciptakan rasa aman serta makin meningkatnya organisasi masyarakat yang berfungsi atau mengantikan fungsi polisi.

3. Pengembangan Budaya Polri

a. Budaya individu, kelompok dan organisasi mempuyai dominant yang luas, sebagai mana tercermin dalam banyak devinisi budaya maka diperlukan kajian tersendiri tentang pengembangan budaya polisi.
b. Pada dasarnya budaya merupaka kekuatan yang merupakan menentukan sikap dan perilaku manusia bahkan dapat dikatakan budaya berperan “sebagai ibu” sedangkan lembaga adalah “anak-anaknya”. Tanpa pengembangan budaya secara terarah dan mengakar pada kehidupan organisasi, maka manusia seperti anggota Polisi tidak dapat diharapkan bersikap dan berperilaku yang konsisten atau menunjang visi, misi, kode etik atau cita-cita yang dibangun oleh Polri.
c. Pengertian budaya dalam organisasi Polri :
1) Budaya adalah pola perilaku yang integrative dalam diri setiap orang baik yang muncul pada pikiran, perkataan, perbuatan dan artipak orang, dimana kesemuanya tergantung pada program sosialisasi budaya dan kemampuan tiap orang untuk belajar, meninternalisasi memperoleh insentif dan disinsetif dan menyebarkan pengetahuan tersebut pada sesamanya atau generasi berikutnya.

2) Dalam kontek organisasi, budaya organisasi terdapat pada nilai-nilai, keyakinan dan perilaku kunci penting dari organisasi, yang memanivestasi baik dalam lingkunggan kerja internal dalam organisasi maupun diluar organisasi yang menjadi keharusan bagi semua anggota Polisi.

4. Pengembangan Struktur Organisasi Polri diarahkan kepada :

a. Identifikasi sebagai upaya berbagai tugas utama dan pengelompokannya.
b. Rumusan tingkat kewenangan.
c. Penyeimbangan tugas dan kewenangan termasuk span of control.
d. Sistem koordinasi dan pengendalian.
e. Identifikasi kegiatan yang memerlukan kepakaran khusus atau sebaliknya kegiatan yang tidak esensial yang dapat di out sourching.

5. Postur Kelembagaan (Institusi)

a. Organisasi dibedakan sebagai lembaga (institusi) dan sebagai birokrasi. Dalam ilmu sosiologi, entity institusi menekankan pemberlakuan perilaku yang standar berdasarkan kebijakan organisasi yang sangat rinci.
1) Institusi memiliki kegiatan atau fungsi yang dibakukan, kematangan dalam kegiatan rutin, tetapi tujuannya dapat berubah seperti Polri yang bertujuan menanggulangi kejahatan, dapat berubah menjadi pencegahan kejahatan.

2) Kekhasan lembaga seperti Polri, selain mempunyai standarisasi, tetapi sangat diwarnai oleh sejarah, tradisi, nili-nilai, bahkan emosi (seperti jiwa korp yang kuat).

b. Organisasi Polri sebagai lembaga atau institusi, mengandung implikasi khusus dalam mencari arah perkembangan Polri dimasa mendatang, serta implikasi komponen-komponen yang menjadi cakupan dalam merumuskan Grand Srtategi Polri dalam jangka panjang.

6. Polri Berbasis Pelayanan

a. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu dari sekian lembaga Negara Republik Indonesia. Setiap lembaga Negara memiliki fungsi yang relative berbeda walaupun demikian tujuan utama dari setiap lembaga Negara adalah sama yaitu memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercipta suatu masyarakat yang aman, adil, makmur dan sejahtera.
b. Undang-undang Polri Nomor 2 tahun 2002 menyatakan kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum serta perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
c. Peran utama Polri di masyarakat dapat dikatagorikan sebagai public service yang memiliki implikasi yang sangat fundamental pada organisasi yang menyediakan jasa tersebut.
d. Kinerja suatu organisasi dapat berbentuk produk, service atau kombinasi keduanya.

BAB IV
VISI DAN MISI POLRI

1. Visi Polri

a. Polri menjadi orang yang berdedikasi penuh pada rakyat berlandaskan demokrasi.
b. Proaktif dalam mewujudkan masyarakat yang menjujnjung tinggi hokum dan rasa keadilan, serta hak-hak azasi manusia.
c. Polisi yang professional dan akuntabel dalam pelayana pencegahan kejahatan, gakum, dan penciptaan rasa aman dan bebas rasa taku yang meluas di masyarakat serta dicintai secara nasional dan diakui secara internasiona.
d. Mewujdkan lembaga kepolisian RI yang mandiri, terbuka, bermoral serta memiliki kredibilitas dan kompetensi yang unggul dalam setiap perubahan lingkungannya

2. Misi Polri

a. Mengutamakan peran perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat guna mewujudkan rasa aman masyarakat. (public safety)
b. Proaktif melaksanakan pencegahan kejahatan dan pelanggaran dengan mengefektifkan comunity policing guna peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (crime prevention).
c. Menegakan hokum secara professional dan proporsional dengan menjunjung tunggu supremasi hokum, HAM, keadilan dan kepastian hokum.
d. Meningkatkan kerjasama dengan intasi lembaga dalam dan luar negeri dalam rangka memulihkan keamanan dalam negeri.
e. Membangun kelembagaan Polri serta mengelola suber daya secara efektif dan efisien guna kelancaran pelaksanaan tugas.
f. Membangun mobilitas teknologi yang memadai guna penanggulangan kejahatan dengan dinamikanya.
g. Melaksanakan kerjasama kepada kepolisian internasional.

BAB V
ARAH PEMBANGUNAN JANGKA (PJP) POLRI
TAHUN 2005 – 2025

Dalam Grand Strategi Polri khususnya pentahapan dalam pembangunan jangka panjang dibagi tiap periode dengan menekankan pembenahan berdasarkan orientasi khusus yaitu :

1. Tahap I (Tahun 2005 – 2010) Membangun kepercayaan.

a. Urgensi Membangun Kepercayaan.
Ciri dasar masyarakat adalah suatu kehidupan bersama, trust merupakan prasarat untuk terjadinya kerjasama, agar kehidupan berjalan teratur dibutuhkan pegangan norma atau aturan yang harus disepakati (kontrak social) dalam mengatur kehidupan bersama. Efektivitas kontrak social terletak kepada adanya landasan kepercayaan (Trust) yang dibangun dengan masyarakat, bahwa tiap orang benar-benar mau menjalankan norma itu. Norma dan aturan bisa saja diadakan, tetapi bila tidak ada Trust maka akan situasi ketidak pastian dimana setiap orang akan merasa was-was, contoh seorang pelajan kaki akan berjalan dengan tenang di trotoar karena percaya tidak akan ada kendaraan melanggar aturan dan tidak berakibat penabrakan dari belakang.
Secara srtategis, trust dipilih sebagai salah satu factor utama dalam pengembangan Polri tahap pertama adalah bahwa keberhasilan Polisi dalam menjalankan tugasnya banyak hal memerlukan dukungan dan kerja sama dari masyarakat, penciptaan rasa aman sangat ditentukan oleh kepercayaan dan kerjasama masyarakat.

b. Trust Building ke Public
1) Trus dapat ditingkatkan melalui srtategi proaktif Polri dimana mereka lebih membuka diri dan melakukan inisiatif yang pada masa lalu tidak atau belum dilakukan. Trust Building mencakup upaya untuk meruntuhkan “mitos” bahwa Polri (pada tingkat individual dan organisasi) tidak dapat dipercaya. Berbagai upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dapat dilakukan antara lain adanya pernyataan (political) dari setiap unit Polri bahwa merekan akan lebih ankutanbel, transparan dan professional. Namun perlu pula kejelasan pernyataan mereka misalnya dengan indicator sehingga kesan retorika dapat dihindarkan, spesifikasi tersebut merupakan social contract antara Polri dengan public.

2) Membuat laporan kinerja yang disampaikan secara rutin kepada lembaga pulik (DPR/DPRD).
3) Membuat open house (forum stakeholder) secara rutin minimal 1 tahun sekali dimana warga memberikan masukan kepada unit-unit Polri (Polsek, Polres, Polda). Kesempatan ini meningkatkan trust namun hasil masukan mereka harus dibahas dalam pertemuan berikutnya sehingga tidak menjadi mubazir.

4) Memenuhi laporan kekayaan pejabat Polri ke KPKPN. Membuat sistem pengaduan (complaint management) yang baik dan dapat diakses sehingga pengadu dapat memperoleh kepastian mengenai pengaduan yang diajukannya.

5) Membuat system kontrak dengan warga dimana setiap Kapolres/Kapolsek menyebarkan leaftet, booklet, poster secara rutin dalam periode tertentu, isi leaflet menyatakan kesediaan Polri meningkatkan service dan himbauan agar warha membantu keamanan.

6) Membuat Komisi Kepolisian Tingkat Propinsidan Kabupaten.

7) Berbagai upaya diatas terutama yang berkaitan dengan upaya kontak dan komunikasi pada public.

c. Reorientasi Sistem Keadilan (Restorative Justice)
1) Strategi Restorative Justice (pemulihan keadilan) dapat menigkatkan trust karena menunjukan bahwa Polri bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjuru represif, melainkan dan terutama Polri mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan ketidaktirtiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win win solusition.
2) Namun peran Polri tidaklah tunggal, melainkan melibatkan juga pihak lain seperti RT/RW, Lurah/Kepala Desa, Kejaksaan Negeri, Pengadilan negeri serta tokoh public/agama lainnya. Dalam 5 tahun kedepan perlu disosialisasi agar restorative justice dapat dilaksanakan. Perlu pemetaan yang jelas karena terdapat kemungkinan bahwa pihak yang bersengketa justru tidak mendukungnya. Sebagai contoh, konflik dari pihak pihak yang berbeda secara kelas maupun SARA sehingga menuntut pelaksanaan hukum yang mereka anggap netral.

d. Citra Polisi (POLRI)
1) Peningkatan kepercayaan masyarakat kepada Polri, bersasaran mencapai citra positif yang tulen. Seberapa jauh Polri memnabgun kepercayaan masyarakat dapat diketahui baik secara bilateral maupun trilateral.
Secara bilateral, public sebagai konsumen dapat menyatakan atau menilai Polri melalui poling, atau secara individual seperti wawacara di media cetak dan elektronik. Demikian pula, citra dapat diberikan oleh seseorang (tokoh public opinion maker/builder) melalui media cetak atau elektronik. Selain itu secara trirateral , citra dapat pula ditentukan oleh pihak ke tiga (yang bukan konsumen) yakni berbagai lembaga yang mengevaluasi Polri, misalnya marketing research/audit, universitas, KPK, Kantor Pajak, dan Police Watchdogs.

2) Upaya peningkatan citra melalui konsultan PR (Spin Doctor) dengan kiat-kiat tertentu mungkin dapat berdampak positif bagi suatu kelompok pada masa tertentu. Namun upaya ini dapat menghasilkan pengaruh negatif (Back Fire). Sebaliknya upaya ini akan menimbulkan sinis dan pulik semakin tidak percaya kepada Polri yang dianggap tidak jujur. Masalah citra sebenarnya berkaitan dan merupakan cerminan dari trust public sangat tergantung dari keberhasilan upaya atau srtategi trus building.

e. Trus Building pada Internal Polri
1) Trust building ke public (eksternal) tidak akan efektif jika tidak dibangun trust building kedalam lingkungan kerja Polri sendiri (internal). Seperti juga upaya keluar, maka dalam upaya internal ini peran dari pimpinan merupakan factor penting yang merupakan awal dari perubahan menuju pemantapan kepercayaan.

2) Kepemimpinan : warga Polri (termasuk istri dan anak) akan mempercayai pimpinan yang sesuai antara kata dengan tindakan. Dalam hal ini masalah transparasi dan akuntabilitas mengenai kenaikan karier (jabatan dan pangkat) yang obyektif dan menjauhi klik atau KKN merupakan awal yang penting. Para anggota dapat mempercayai pimpinan jika dalam penyelesaian kasus terhindar dari pola-pola kompromi (seperti suap) yang tidak menyelesaikan penegakan hukum. Demikian pula masalah gaya hidup pimpinan yang wajar serta tidak adanya budaya setoran akan meningkatkan kepercayaan internal.

3) Sumber dana : Menurunkan secara bertahap porsi sumber dana pembiayaan kegiatan polri yang berasal Dari PARMAN (partisipasi teman) atau PARMIN (partisipasi kriminal) yang mirip dengan gaya preman dan mengandung pelanggaran atau kompromi hokum, sehingga masyarakat dapat lebih trust terhadap tindakan penegakan hokum dan keadilan dari Polisi. Kesadaran mral dalam hubungan dengan uang serta kebijakan yang mendukungnya merupakan usaha kunci menurunkan Parman.

4) SDM : Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM menuju service excellence dengan asumsi adanya sumber dana yang lebih menjamin kesejahteraan yang wajar bagi Polisi, perlu dilakukan dengan selalu meminta masukan (feedback) dari public (konsumen).

5) Organisasi yang efektif : Secara internal efektivitas organisasi dapat ditingkatkan jika disesuaikan secara cukup luas dengan karakter masyarakat dan kejahatan yang ada.

6) Pilot Project : Untuk tahap periode 2011 – 2015 (khususnya Community Policing) perlu secara konsisten diperluas melalui diseminasi berbagai base practices mengenai hal ini sehingga replikasi (dan modifikasi) dapt terlaksana dengan baik. Mungkin perlu pilot project secara nasional melalui program peningkatan otonomi daerah dengan melakukan disatu kabupaten disetiap propinsi.

2. Tahap II (tahun 2011 – 2015) Kemitraan/Partenership Building.

Pada Grand Strategi Tahap II periode 2011 – 2015 memfokus pada perubahan yang berorientasi pada tema pembangunan kebersamaan (Partenership Building). Tahap Peratama diatas, yang bertema pembangunan kepercayaan (Trust Building) dimana salah satu yang utama adalah penguatan identitas Kepolisian. Partenershi Building membangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan kerja fungsi Kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban, dan menciptakan rasa aman.
Pada dua kelompok ide besar dalam pembangunan kebersamaan ini yang menjadi focus Grand Strategi tahap II. Kelompok pertama memusatkan pembangunan kebersamaan dengan pihak diluar Kepolisian, termasuk didalamnya adalah Pemda, TNI, Bank Indonesia, Berbagai organisasi masyarakat dan lain-lain, kelompok kedua berpusat didalam organisasi (internal) termasukmasalah manajemen Kepolisian dan kepemimpinan untuk menunjang perubahan yang diperlukan. Orientasi kerjasama public dapat diarahkan kepada lembaga Pemerintah seperti :
a. Tentara Nasional Indonesia
1) Fungsi Kepolisian dalam masyarakat modern telah jelas diformulasikan dalam dua kata yang dalam istilah lebih popular sebagai To Serve & To Protect masyarakat untuk menciptakan rasa aman. Oleh karena itu focus pekerjaan Kepolisian lebih pada fungsi keamanan bagi masyarakat yang mempercayakan tugas tersebut pada Polisi, namun pada situasi tertentu misalnya keamanan individu tersebut menyangkut seorang Kepala Negara yang mencerminkan keamanan Negara, maka tentara (TNI) bisa saja melibatkan diri namun atas permintaan POLRI. Dalam kasus seperti ini maka Kepolisian diharapakan mampu untuk bekerjasama dalam penyelesaian perkara dengan baik.

2) Pada masa dimana kelangkaan dana Pemerintah pusat merupakan suatu norma dari pada kekecualian, maka kerjasama penggunaan peralatan dan sumber daya menjadi sangat penting dalam rangka mengurangi duplikasi dan menghemat dana. Sharing (kerjasama penggunaan) sumber daya seharusnya menjadi keadaan yang harus diupayakan sejak awal.

3) Ilustrasi yang baik misalnya angkatan udara yang menguasai system radar bersama-sama dengan Kepolisian memanfaatkan peralatan tersebut dan tidak membuat sistem radar sendiri. Pengamanan laut yang semasa Kepolisian menjadi bagian militer diserahkan kepada Angkatan Laut tentunya memerlukan waktu yang lama untuk membangun pembagian kerja dari awal.
Merujuk kasus dibeberapa Negara lain dimana fungsi Kepolisian dipecah pada berbagai organisasi yang berbeda, maka pelayanan fungsi ini bias saja sementara masih dilakukan oleh Angkatan Laut.

4) Pada saat ini pengamanan kelautan bagi Polri masih pada tahap penyedian transportasi dan logistic, yaitu mengangkut Polisi ketempat tujuan pengamanan. Dimasa depan fungsi pengamanan laut Polri perlu diarahkan sebagai fungsi surveillence untuk kegiatan preventuf dan preemtif, serta membangun kerjasama dengan pola baru. Atau bisa saja diluar Kepolisian seperti coastguard. Adapun yang menjadi kebijakan kedepan Kepolisian perlu bekerjasama agar fungsi pengamanan bisa dilakukan dengan baik pada biaya yang minimal.

b. Jaksa dan Penegak Hukum lain
Kerjasama yang baik dengan Kejaksaan dan Kehakiman misalnya, sangat membantu terselesaikannya proses hukum dengan cepat dan menegakkan keadilan. Ketiga belah pihak merumuskan kembali intergritas pembagian fungsi masing-masing secara intergratif. Proses kasus tidak menjadi mentah karena masing-masing berlindung dibalik wewenangnya yang sah menurut hukum. Tanpa mengabaikan rasa keadlian dan tidak perlu pula membengkokkan kebenaran, kerjasama dapat menghindari kekurangan ataupun kesalahan prosedur yang menyebabkan proses peradilan sekali pun dengan biaya yang mahal karena adanya pengulangan.

c. Bank Indonesia
1) Kerjahatan perbankkan dimasa depan akan semakin komplek, yang didukung dengan teknik manajemen dan teknologi yang canggih. Memang Kpolisian sendiri perlu menyiapkan sumberdaya yang mampu menyidik kejahatan krah putih ini. Dengan kemampuan sumberdaya yang baik, kerjasama institusi akan semakin memperkuat Kepolisian secara keseluruhan dalam kejahatan sector keuangan untuk turut memantapkan pemulihan ekonomi dalam jangka panjang.

2) Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia mempunyai akses pada sistem perbankan secara keseluruhan. Terlibatnya perbankan luar negeri pada kasus transnational crime di Indonesia semakin memperkuat alasan untuk melakukan kerjasama yang erat dengan Bank Indonesia yang mempunyai akses pada kolega Bank Central di Negara lain.

d. Pemerintah Daerah (Pemda)
Kepentingan daerah atas keamanan daerah mereka merupakan perwujudan rasa aman nasional bagi setiap anggota masyarakat daerah manapun di Indonesia serta menentukan upaya kelancaran pembangunan daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai kalau keamanan dapat dijamin, baik bagi investasi bagi dalam negeri maupun insvestasi asing. Disinilah letak simbiosi anatr Kepolisian dan Pemda.

e. Organisasi Profesional
1) Kemitraan dapat pula dilakukan dengan membangun kerjasama dengan kalangan professional sebagai stage holder dengan tujuan :
a) Memperluas Kompetensi Polri.
b) Mengatasi kejahatan-kejahatan modern.
c) Perbaikan manajemen Polri.
d) Peningkatan finansial Polri.

2) Supaya kemitraan ini tidak menjadi boomerang maka diperlukan penanganannya dengan konsep intergrated project managemen.

3. Tahap III (Tahun 2015 – 2025) Strive For Excellence

Upaya mencapai pelayanan public yang unggul (Strive For Excellence), termasuk Polri untuk mewujudkan pelayanan prima pada masyarakat dalam pencegahan kejahatan, penegakan hukum dan ketertiban, merupakan bagian prioritas pembangunan ekonomi dan budaya nasional untuk mewujudkan daya saing bangsa (Nation Competitivenes), yang dinilai sangat terpuruk akhir-akhir ini menjadi rangking 28 dari 30 terendah, demikian juga dalam rangking HDI (Human Development Indexs), juga rangking dalam dunia perbankan (korupsi, kolusi dan nepotisme), terlebih lagi dalam rangking sebagai negara terkorup dan daya tarik rendah pada investasi, karena antara lain politik dan keamanan masih merupkan tanda tanya dalam tahun-tahun mendatang.
Penggeleran Polri dalam Community Policing yang berbasis pada Ilpentek dan semangat kemanusiaan yang berbudi luhur, merupakan tantangan kuat kedepan yang harus ditempuh dengan terus memperkuat implementasi manajemen knowledge dan teknologi dalam organisasi dan manajemen Polri. Strive For Excellence kepada public dapat dicapai melalui upaya-upaya membangunan citra Polri yaitu :
a. Membangunan citra Polisi dimasyarakat khusunya citra Strive For Excellence memotivasi Polisi untuk berubah menuju professionalisme dan kemandirian yang tangguh. Polisi perlu terus-menerus memperbaiki pelayanannya menuju kepada pengakuan oleh masyarakat bahwa Polisi mempunyai mekanisme perbaikan pelayanan yang terus-menerus.
b. Pengakuan masyarakat tidak saja standar pelayanan yang harus ditingkatkan tetapi juga terhadap nilai-nilai yang menyertai profesionalisme itu sendiri, yaitu :
1) Keunggulan (Excellence Oriented) : Orientasi pada prestasi, dedikasi, kejujuran, dan kreatifitas proaktif berbasis kinerja.

2) Intergritas (Integrite) : Orientasi pada komitmen, menjunjung tinggi nilai-nilai moral profesi.

3) Akuntabilitas (Acountable) : Berorientasi pada system yang dapat ditelusuri jalurnya yang logis dan dapat diaudit mulai dari tingkat Individu sampai Institusi Polri.

4) Tranparansi : Orientasi pada keterbukaan, kepercayaan menghargai keragaman dan perbedaan serta tidak diskriminatif.

5) Kualifikasi (Qualified) mempunyai dasar pengetahuan dan pengakuan.

6) Berbasis teknologi dan pengetahuan (Technologi and Knowledge Based) : Semaksimal mungkin dalam menggunakan pengetahuan pada semua tingkat anggota Polri sesuai dengan tuntutan tugasnya.

7) Memecahkan masalah (Problem Solver) : Fokus pada memecahkan masalah, mengambil keputusan yang systematis, memperkecil permainan politi organisasi.

c. Dengan semakin kuatnya nilai-nilai diatas, maka baik dari sisi Polri maupun dari sisi public akan menghindari terjadinya pungli dan korupsi, serta terhadap peluang-peluang kepentingan yang kuat dari pribadi-pribadi yang berlangsung saat ini. Nilai-nilai diatas akan menguat sebagai suatu paradigma baru yang memperhatikan kaidah-kaidah kemandirian, keterbukaan dan profesionalime dengan menjalin kemitraan dengan masyarakat dan batasan pada system maupun berdasarkan misi (mission based management).

4. Rekomendasi

a. Rekomendasi program Jangka Pendek (2005 – 2010) Trust Building :
1) Menerbitkan banyak informasi actual tentang Polisi sipil yang professional dan mandiri serta berimplikasi bagi terjaganya ketertiban, keamanan dan penegakkan hukum ditengah-tengah masyarakat sipil pada semua stage holder Polri.

2) Kewenangan untuk melakukan berbagai macam pendekatan kepada masyarakat melalui program-program bersama dengan berbagai kalangan perlu diciptakan bagi Polda, Polres dan Polsek.

3) Agar lebih dipercaya masyarakat, maka Polisi perlu lebih banyak menciptakan inisiatif-inisiatif program pemeliharaan keamanan, ketertiban serta pelayanan perpolisian yang dapat menarik partisipasi masyarakat dari berbagai kalangan.

4) Upaya penegakan hukum lebih dititik beratkan pada upaya pencegahan dan preemptive, melalui membangun berbagai aspek pemulihan keadilan dimasyarakat.

5) Mengoptimalkan peran Polisi Wanita dalam menjalankan tugas dilapangan yang mengedepankan pendekatan persuasif dan dialogis.

6) Pelaksanan fungsi pengaturan, pengawalan dan penjagaan lebih banyak diperhatikan aspek pemerataan diwilayah geografis maupun strata social masyarakat agar semakin membangun kesan ekklusif dan jauh dari masyarakat umum.

7) Gaya patroli lebih ditonjolkan kepada dialog dengan masyarakat ketimbang sekedar mengawasi dari mobil maupun sekedar lewat dengan motor patroli.

8) Optimalisasi fungsi kepolisian umum (meliputi semua lingkungan hokum) dan khusus (misalnya : Bea Cukai, Imigrasi, Kehutanan, Pengawasan Obat dan makanan, Patent dan Hak Cipta) yang selalu mengambarkan citra penghargaan terhadap HAM dan martabat manusia :
a) Meminimalisir praktek-praktek penyalah gunaan jabatan dan wewenang Polisi di jalanan terhadap pelangaran peraturan dan hokum.
b) Penerapan prinsip reward and punishment yang transparan agar masyarkat melihat langsung keseriusan lembaga Poisi membangun citra yang positif.
c) Menonjolkan citra sipil yang dialogis, persuasive, penuh kearifan dan kedekatan dengan masyarakat melalui berbagai masyarakat (bukan citra represif seperti banyak tayangan tv).

9) Mereview kembali program On The Job Training, pendidikan dan pelatihan profesi, untuk mengoperasikan semangat pemolisian sipil.

10) Merancang ulang seragam simbol-simbol, istilah kepangkatan dan hal-hal lain yang masih mencerminkan citra militer dengan dominasi sentuhan tangan-tangan, perasaan serta paradigma silpil. Pelibatan berbagai unsur masyarakat sipil dan membandingkan “Polisi sipil” Negara lain akan sangat membantu mewujudkan rekomendasi ini.

b. Rekomendasi Jangka Menengah (2011 – 2015) Partnership
1) Meninjau kembali kode etik profesi Polri untuk dirumuskan lebih positif prinsif etis apa yang perlu ditumbuhkan bagi Poisi.

2) Mengambil inisiatif mengadakan banyak program yang dikelola dengan masyarakat dengan sasaran jangka menengah dan panjang yang berhubungan problematika masyarakat pada umumnya. Misalnya kerja sama dengan sekolah-sekolah, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan dan berbagai kalangan lain dalam mengatasi bersama-sama permasalahan yang sering dihadapi bersama yang terkait dengan ketertiban serta keamanan.

3) Penerapan prinsip pemolisian berbasis masyarakat secara kreatif dan disesuaikan dengan kondisi sosio cultural masyarakat diberbagai wilayah Indonesia.

4) Peneran prinsip-prinsip penegakan keadilan masyarakat yang mengedepankan aspek pencegahan tindak kejahatan, dialogis dalam pemecahan konflik di masyarakat, penekanan pada pendekatan HAM serta memperhatikan aspek manusiawi pada pelaku tindak kejahatan sebelumnya, selama dan sesudah proses peradilan dijalankan.

5) Bersama-sama terlibat aktif dalam pencegahan serta penanganan kasus-kasus dibidang ekonomi, social, budaya, pelestarian alam yang berpotensi menimbulkan masalah tindak kejahatan di masyarakat.

6) Memperbanyak pusat-pusat studi Kepolisian bekerjasama dengan berbagai pihak diseluruh wilayah Indonesia yang dapat mendukung peningkatan seluruh jajaran Polisi dan pola kerjasama dengan masyarakat, diberbagai wilayah tanpa harus selalu diarahkan ke pusat.

7) Merekrut lebih banyak Polisi wanita sampai pada ratio yang signifikan dan memberikan peran lebih luas pada perwira Polisi wanita dalam posisi-posisi strategis structural/funsional serta dikedepankan dalam interaksi dengan berbagai pihak pengambil keputusan (institusi pemerintah, institusi penegak hokum lain, kalangan bisnis, LSM dan kelompok masyarakat lainnya).

c. Rekomendasi Jangka Panjang (tahun 2016 – 2025) strive for excellence.
1) Memiliki jaringan kerja dengan masyarakat yang disertai dengan dukungan teknologi mutakhir sehingga memudahkan implementasi prinsip-prinsip pemolisian bebasis masyarakat dan penegakan keadilan masyarakat.

2) Polri telah sangat berperan secara sosiologic menjalankan pemolisian berbasis masyarakat sebagai inisiator dan motivator baik secara adapt (melalui penguasa adat, tokoh masyarakat, tokoh adat dll) maupun secara inspiratoris terhadap satuan-satuan pengamanan lingkungan (pemukiman, pabrik, kantor dan pendidikan).

3) Memiliki kepemimpinan kultur kerja, manajemen, system komunikasi, pendidikan dan pelatihan yang benar-benar berorientasi pada hakekat Polisi sipil yang mengedepankan nilai-nilai harkat martabat manusia serta hak asasi manusia yang hakiki.

4) Aktif diberbagai konferensi internasional baik sebagai partisipan maupun narasumber khususnya dalam hal kajian peningkatan kualitas Polisi sipil.

5) Melakukan internal dan eksternal bench marking kesuatu Negara yang wilayah serta penduduknya mirip dengan Indonesia, dengan demikian akan selalu terpacu untuk melakukan hal yang paling baik dikelasnya.

6) Mendirikan sekolah Polisi berskala regional Asia Tenggara yang bekerjasama dengan berbagai institusi Polisi Negara-negara Asia Tenggara yang dapat dijadikan acuan berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan dilingkungan Polri.

7) Memiliki program rutin tahunan memberikan penghargaan pada pihak sipil dengan criteria :
a) Menjadikan mitra kerja proaktif Polri.
b) Memberikan dukungan dan kontribusi positif terhadap kesuksesan program Polisi.
c) Menjadi perpanjangan tangan Polri digaris depan dengan penuh dedikasi serta tanpa pamrih, dan dipublikasikan secara umum sebagai tanda kedekatan Polri dan masyarakat sipil.